Artikel seks - Empat tahun lalu aku masih tinggal dikota B. Waktu itu aku berumur 26 tahun. Aku tinggal dirumah sepupu, karena sementara masih menganggur
aku iseng-iseng membantu sepupu bisnis kecil-kecilan di pasar. 3 bulan aku jalani dengan biasa saja. Hingga akhirnya secara tak disengaja aku kenal
seorang pelanggan yang biasa menggunakan jasa angkutan barang pasar yang kebetulan aku yang mengemudikannya. Bu Murni namanya. Sambil
ngobrol ngalor-ngidul aku antar dia sampai dirumahnya yang memang agak jauh dari pasar tempat dia berjualan kain-kain dan baju.
Sesampai dirumahnya aku bantuin dia mengangkat barang-barangnya. Mungkin karena sudah mulai akrab aku enggak langsung pulang. Toh,
memang ini penumpang yang terakhir. Aku duduk saja di depan rumahnya yang sejuk, karena kebetulan ada seperti dipan dari bambu dihalaman di
bawah pohon jambu. Dari dalam aku mendengar suara seperti memerintah kepada seseorang
“Pit.. Tuh bawain air yang dikendil ke depan..,” begitu suara Bu Murni. Aku tidak mendengar ada jawaban dari yang diperintah Bu Murni tadi. Yang
ada tiba-tiba seorang gadis umur kira-kira 20 tahunan keluar dari rumah membawa gelas dan kendil air putih segar. Wajahnya biasa saja, agak mirip
Bu Murni, tapi kulitnya putih dan semampai pula. Dia tersenyum.. “Mas, minum dulu.. Air kendil seger lho..” begitu dia menyapaku.
“I.. Iya.. Makasih..” balasku. Masih sambil senyum dia balik kanan untuk masuk kembali ke dalam rumahnya. Aku masih tertegun sambil
memandangnya. Seperti ingin tembus pandang saja niatku, ‘Pantatnya aduhai, jalannya serasi, lumayan deh..’ batinku. Tak seberapa lama Bu Murni
keluar. Dia sudah ganti baju, mungkin yang biasa dia pakai kesehariannya.. “Dik Wahyu, itu tadi anak saya si Pipit..” kata Bu Murni.
“Dia tuh lagi ngurus surat-surat katanya mau ke Malaysia jadi TKW.” lanjutnya. Aku manggut-manggut
“O gitu yah.. Ngapain sih kok mau jauh-jauh ke Malaysia, kan jauh.. Nanti kalau ada apa-apa gimana..” aku menimpalinya. Begitu seterusnya aku
ngobrol sebentar lalu pamit undur diri. Belum sampai aku menstater mobil pickupku, Bu Murni sambil berlari kecil ke arahku.. “Eh dik Wahyu,
tunggu dulu katanya Pipit mau ikut sampai terminal bis. Dia mau ambil surat-surat dirumah kakaknya. Tungguin sebentar ya..” SahabatQQ
Aku tidak jadi menstater dan sambil membuka pintu mobil aku tersenyum karena inilah saatnya aku bisa puas mengenal si Pipit. Begitulah akhirnya
aku dan Pipit berkenalan pertama kali. Aku antar dia mengambil surat-surat TKW-nya. Di dalam perjalanan kami ngobrol dan sambil bersendau
gurau. “Pit.., namamu Pipit. Kok nggak ada lesung pipitnya..” kataku ngeledek. Pipit juga tak kalah ngeledeknya. “Mas aku kan sudah punya lesung
yang lain.. Masak sih kurang lagi..” balas Pipit.. Di situ aku mulai berani ngomong yang sedikit nakal, karena sepertinya Pipit tak terlalu kaku dan
lugu layaknya gadis-gadis didesa. Pantas saja dia berani merantau keluar negeri, pikirku.Sesampai dirumah kakaknya, ternyata tuan rumah sedang
pergi membantu tetangga yang sedang hajatan. Hanya ada anaknya yang masih kecil kira-kira 7 tahunan dirumah. Pipit menyuruhnya memanggilkan
ibunya. “Eh Ugi, Ibu sudah lama belum perginya? susulin sana, bilang ada Lik Pipit gitu yah..”Ugi pergi menyusul ibunya yang tak lain adalah
kakaknya Pipit. Selagi Ugi sedang menyusul ibunya, aku duduk-duduk di dipan tapi di dalam rumah. Pipit masuk ke ruangan dalam mungkin ambil
air atau apa, aku diruangan depan. Kemudian Pipit keluar dengan segelas air putih ditangannya. “Mas minum lagi yah.. Kan capek nyetir mobil..”
katanya. Diberikannya air putih itu, tapi mata Pipit yang indah itu sambil memandangku genit. Aku terima saja gelasnya dan meminumnya. Pipit
masih saja memandangku tak berkedip. Akupun akhirnya nekat memandang dia juga, dan tak terasa tanganku meraih tangan Pipit, dingin dan
sedikit berkeringat. Tak disangka, malah tangan Pipit meremas jariku. Aku tak ambil pusing lagi tangan satunya kuraih, kugenggam. Pipit
menatapku. “Mas.. Kok kita pegang-pegangan sih..” Pipit setengah berbisik. Agak sedikit malu aku, tapi kujawab juga, “Abis, .. Kamu juga sih..”
Setelah itu sambil sama-sama tersenyum aku nekad menarik kedua tangannya yang lembut itu hingga tubuhnya menempel di dadaku, dan akhirnya
kami saling berpelukan tidak terlalu erat tadinya. Tapi terus meng-erat lagi, erat lagi.. Buah dadanya kini menempel lekat didadaku. Aku semakin
mendapat keberanian untuk mengelus wajahnya. Aku dekatkan bibirku hingga menyentuh bibirnya. Merasa tidak ada protes, langsung kukecup dan
mengulum bibirnya. Benar-benar nikmat. Bibirnya basah-basah madu. Tanganku mendekap tubuhku sambil kugoyangkan dengan maksud sambil
menggesek buah dadanya yang mepet erat dengan tubuhku. Sayup-sayup aku mendengar Pipit seperti mendesah lirih, mungkin mulai terangsang
kali.. Apalagi tanpa basa-basi tonjolan di bawah perutku sesekali aku sengaja kubenturkan kira-kira ditengah selangkangannya. Sesekali seperti dia
tahu iramanya, dia memajukan sedikit bagian bawahnya sehingga tonjolanku membentur tepat diposisi “mecky”nya. Sinyal-sinyal nafsu dan birahiku
mulai memuncak ketika tanpa malu lagi Pipit menggelayutkan tangannya dipundakku memeluk, pantatnya goyang memutar, menekan sambil
mendesah. Tanganku turun dan meremas pantatnya yang padat. Akupun ikut goyang melingkar menekan dengan tonjolan penisku yang menegang
tapi terbatas karena masih memakai celana lumayan ketat. Ingin rasanya aku gendong tubuh Pipit untuk kurebahkan ke dipan, tapi urung karena Ugi
yang tadi disuruh Pipit memanggil ibunya sudah datang kembali
Buru-buru kami melepas pelukan, merapikan baju, dan
duduk seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Begitu masuk, Ugi yang ternyata sendirian berkata seperti pembawa pesan. “Lik Pipit, Ibu masih lama, sibuk
sekali lagi masak buat tamu-tamu. Lik Pipit suruh tunggu aja. Ugi juga mau ke sana mau main banyak teman. sudah ya Lik..” Habis berkata begitu
Ugi langsung lari ngeloyor mungkin langsung buru-buru mau main dengan teman-temannya. Aku dan Pipit saling menatap, tak habis pikir kenapa
ada kesempatan yang tak terduga datang beruntun untuk kami, tak ada rencana, tak ada niat tahu-tahu kami hanya berdua saja disebuah rumah yang
kosong ditinggal pemiliknya. “Mas, mending kita tunggu saja yah.. sudah jauh-jauh balik lagi kan mubazir.. Tapi Mas Wahyu ada acara nggak nanti
berabe dong..” berkata Pipit memecah keheningan. Dengan berbunga-bunga aku tersenyum dan setuju karena memang tidak ada acara lagi aku
dirumah. “Pit sini deh.. Aku bisikin..” kataku sambil menarik lengan dengan lembut. “Eh, kamu cantik juga yah kalau dipandang-pandang
Tanpa ba-Bi-Bu lagi Pipit malah memelukku, mencium, mengulum bibirku bahkan dengan semangatnya yang sensual aku dibuat terperanjat
seketika. Akupun membalasnya dengan buas. Sekarang tidak berlama-lama lagi sambil berdiri. Aku mendorong mengarahkannya ke dipan untuk
kemudian merebahkannya dengan masih berpelukan. Aku menindihnya, dan masih menciumi, menjilati lehernya, sampai ke telinga sebelah dalam
yang ternyata putih mulus dan beraroma sejuk. Tangannya meraba tonjolan dicelanaku dan terus meremasnya seiring desahan birahinya. Merasa ada
SahabatQQ: Agen DominoQQ Agen Domino99 dan Poker Online Aman dan Terpercaya
perimbangan, aku tak canggung-canggung lagi aku buka saja kancing bajunya. Tak sabar aku ingin menikmati buah dada keras kenyal berukuran 34putih mulus dibalik bra-nya Sekali sentil tali bra terlepas, kini tepat di depan mataku dua tonjolan seukuran kepalan tangan
aktor Arnold Swchargeneger, putih keras dengan puting merah mencuat kurang lebih 1 cm. Puas kupandang, dilanjutkan menyentuh putingnya
dengan lubang hidungku, kuputar-putar sebelum akhirnya kujilati mengitari diameternya kumainkan lidahku, kuhisap, sedikit menggigit, jilat lagi,
bergantian kanan dan kiri. Pipit membusung menggeliat sambil menghela nafas birahi. Matanya merem melek lidahnya menjulur membasahi
bibirnya sendiri, mendesah lagi.. Sambil lebih keras meremas penisku yang sudah mulai terbuka resluiting celanaku karena usaha Pipit.
Tanganku mulai merayap ke sana kemari dan baru berhenti saat telah kubuka celana panjang Pipit pelan tapi pasti, hingga berbugil ria aku
dengannya. Kuhajar semua lekuk tubuhnya dengan jilatanku yang merata dari ujung telinga sampai jari-jari kakinya. Nafas Pipit mulai tak beraturan
ketika jilatanku kualihkan dibibir vaginanya. Betapa indah, betapa merah, betapa nikmatnya. Clitoris Pipit yang sebesar kacang itu kuhajar dengan
kilatan kilatan lidahku, kuhisap, kuplintir-plintir dengan segala keberingasanku. Bagiku Mecky dan klitoris Pipit mungkin yang terindah dan terlezaat se-Asia tenggara.
Kali ini Pipit sudah seperti terbang menggelinjang, pantatnya mengeras bergoyang searah jarum jam
padahal mukaku masih membenam diselangkangannya. Tak lama kemudian kedua paha Pipit mengempit kepalaku membiarkan mulutku tetap Agen Domino99
membenam di meckynya, menegang, melenguhkan suara nafasnya dan… “Aauh.. Ahh.. Ahh.. Mas.. Pipit.. Mas.. Pipit.. Keluar.. Mas..” mendengar
lenguhan itu semakin kupagut-pagut, kusedot-sedot meckynya, dan banjirlah si-rongga sempit Pipit itu. Iri sekali rasanya kalau aku tak sempat
keluar orgasme, kuangkat mukaku, kupegang penisku, kuhujam ke vaginanya. Ternyata tak terlalu susah karena memang Pipit tidak perawan lagi.
Aku tak perduli siapa yang mendahului aku, itu bukan satu hal penting. Yang penting saat ini aku yang sedang berhak penuh mereguk kenikmatan
bersamanya. Lagipula aku memang orang yang tidak terlalu fanatik norma kesucian, bagiku lebih nikmat dengan tidak memikirkan hal-hal njelimet
seperti itu. Kembali ke “pertempuranku”, setengah dari penisku sudah masuk keliang vagina sempitnya, kutarik maju mundur pelan, pelan, cepet,
pelan lagi, tanganku sambil meremas buah dada Pipit. Rupanya Pipit mengisyaratkan untuk lebih cepat memacu kocokan penis saktiku, akupun
tanggap dan memenuhi keinginannya. Benar saja dengan “Ahh.. Uhh”-nya Pipit mempercepat proses penggoyangan aku kegelian. Geli enak tentunya
Semakin keras, semakin cepat, semakin dalam penisku menghujam. Kira-kira 10 menit berlalu, aku tak tahan lagi setelah bertubi-tubi menusuk,
menukik ke dalam sanggamanya disertai empotan dinding vagina bidadari calon TKW itu, aku setengah teriak berbarengan desahan Pipit yang
semakin memacu, dan akhirnya detik-detik penyampaian puncak orgasme kami berdua datang. Aku dan Pipit menggelinjang, menegang, daan.. Aku
orgasme menyemprotkan benda cair kental di dalam mecky Pipit. Sebaliknya Pipit juga demikian. Mengerang panjang sambil tangannya menjambak
rambutku.. Tubuhku serasa runtuh rata dengan tanah setelah terbang ke angkasa kenikmatan. Kami berpelukan, mulutku berbisik dekat telinga Pipit.
“Kamu gila Pit.. Bikin aku kelojotan.. Nikmat sekali.. Kamu puas Pit?” Pipit hanya mengangguk, “Mas Wahyu.., aku seperti di luar angkasa lho Mas..
Luar biasa benar kamu Mas..” bisiknya.. Sadar kami berada dirumah orang, kami segera mengenakan kembali pakaian kami
bersikap menenangkan walaupun keringat kami masih bercucuran. Aku meraih gelas dan meminumnya. Kami menghabiskan waktu menunggu
kakaknya Pipit datang dengan ngobrol dan bercanda. Sempat Pipit bercerita bahwa keperawanannya telah hilang setahun lalu oleh tetangganya
sendiri yang sekarang sudah meninggal karena demam berdarah. Tapi tidak ada kenikmatan saat itu karena berupa perkosaan yang entah kenapa
Pipit memilih untuk memendamnya saja. Begitulah akhirnya kami sering bertemu dan menikmati hari-hari indah menjelang keberangkatan Pipit ke
Malaysia. Kadang dirumahnya, saat Bu Murni kepasar, ataupun di kamarku karena memang bebas 24 jam tanpa pantauan dari sepupuku sekalipun.
Tak lama setelah keberangkatan Pipit aku pindah ke Jakarta. Khabar terakhir tentang Pipit aku dengar setahun yang lalu, bahwa Pipit sudah pulang
kampung, bukan sendiri tapi dengan seorang anak kecil yang ditengarai sebagai hasil hubungan gelap dengan majikannya semasa bekerja di negeri
Jiran itu. Sedang tentangku sendiri masih berpetualang dan terus berharap ada “Pipit-Pipit” lain yang nyasar ke pelukanku. Aku masih berjuang
untuk hal itu hingga detik ini. Kasihan sekali gue..
0 Komentar